Jumat, 28 April 2017

PERANG KHANDAQ

Menurut pendapat jumhur Ulama, perang Khandaq terjadi pada bulan Syawwal tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain menyebutkan bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang bahwa pada dasarnya kedua pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat perang ini terjadi pada tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah ke Madinah dan sebelum tahun ke-5 berakhir.

PEMICU PERANG :
Pemicu perang Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh Rasûlullâh dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa'il seperti Sallam bin abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa'iliy dan Abu Ammar al-Wa'iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka berjanji, "Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum Muslimin."

Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, "Agama kalian itu lebih baik daripada agama Muhammad." Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla turunkan firman-nya :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا

Apakah kamu tidak memperthatikan orang orang yang diberi bagian dari kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allâh dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir(musyrik Mekah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. [An-Nisâ’/4:51]

Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua kesepakatan :
1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar kepada suku Gathafan selama setahun penuh.

KEKUATAN PASUKAN
Berkat kegigihan para tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Wa'il menggalang dukungan, akhirnya sebuah pasukan sekutu berkekutan sangat besar pun terbentuk. Ibnu Ishâq[3] menyebutkan bahwa jumlah pasukan sekutu adalah sepuluh ribu pasukan yang terdiri dari kaum musyrik Quraisy, qabilah Gathafan beserta qabilah-qabilah yang ikut bergabung bersama mereka. Oleh karena pasukan orang-orang kafir ini terdiri dari berbagai kelompok, maka peperangan ini disebut juga dengan perang Ahzâb (beberapa kelompok). Komando tertinggi dipegang oleh Abu sufyan.

Sementara pasukan kaum Muslimin hanya berjumlah tiga ribu saja dan bisa jadi jumlah musuh melebihi jumlah seluruh Madinah kala itu.

PERSIAPAN KAUM MUSLIMIN DI MADINAH
Ketika berita persekongkolan dan rencana busuk orang-orang kafir ini sampai ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung meresponnya dengan melakukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah :

1. Musyawarah
Diantara kebiasaan Rasûlullâh yaitu mengajak para sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah tentang hal-hal yang tidak ada wahyunya dari Allâh, baik berkaitan dengan peperangan atau yang semisalnya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang shahabat yang bernama Salmân al-Farisy mengusulkan agar kaum Muslimin menggali khandaq (parit) di sebelah utara Madinah yang merupakan satu satunya jalan terbuka yang bisa di lewati musuh apabila ingin memasuki kota Madinah.[6] Ide brilian Salman Radhiyallahu anhu ini disetujui oleh Rasûlullâh dan para sahabat lainnya. Setelah mencapai kata mufakat, akhirnya penggalian khandaq (parit) pun dimulai. Inilah penggalian parit pertama dalam sejarah Arab.

2. Menggali Parit
Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai usul Salmân al-Fârisiy, kaum Muslimin pun bergegas untuk melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang waktu yang dibutuhkan untuk penggalian parit ini, berkisar antara enam sampai dua puluh empat hari.

Para shahabat sangat bersemangat dan antusias menggali parit karena Rasûlullâh juga ikut bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasûlullâh untuk memecahkan batu batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa semangat para shahabat, Rasûlullâh berkali kali melantunkan sya'ir yang kemudian dijawab oleh para shahabat. Seorang shahabat al-Barrâ` bin Azib bercerita, "Pada waktu perang Ahzâb atau Khandaq, aku melihat Rasûlullâh mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari (pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenandung dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawâhah, sambil mengangkat tanah beliau bersenandung :

اللّهُمَّ لَوْلَا أنت مَا اهْتَدَيْنَا      وَلَا تَصَدّقْنَا وَلَا صَلّيْنَا
فَأَنْزِلَنْ   سَكِينَةً    عَلَيْنَا          وَثَبّتْ الْأَقْدَامَ إنْ لَاقَيْنَا
إنّا  الألى قد  بَغَوْا  عَلَيْنَا        وَإِنْ أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا

Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat,
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami,
serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh.
Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami,
apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.'

Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir."

Mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melantunkan bait syair, para shahabatpun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan:

نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّداً عَلَى اْلِإسَلاَمِ مَابَقَيْنَا أَبَداً

Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad
untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup

Ucapan ini di jawab oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan do’a :

اللَّهُمَّ إِنَّهُ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُ الآخِرَةِ فَبَارِكْ فِي الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرَةِ

Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshâr dan Muhajirin

Demikianlah semangat kaum Muslimin ketika menggali parit yang bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendalaseperti kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafiq yang terus berusaha mengikis semangat para shahabat. Meski demikian, semangat yang didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama Allâh dan Rasul-Nya.

Pasca penggalian parit Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar para wanita dan anak kecil ditempatkan di salah satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah  dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah bin Ummi maktum Radhiyallahu anhu untuk menggantikannya di Madinah selama peperangan.

Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menyusun setrategi untuk menghadapi musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para shahabat untuk membelakangi gunung Sila', menghadap khandaq yang sekaligus sebagai penghalang mereka dari pasukan sekutu.

Bukti Kenabian Dalam Perang Khandaq
-----------------------------------------
Di saat pengagalian parit inilah terlihat beberapa mu'jizat Rasûlullâh yang menguatkan dan membuktikan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar utusan Allâh sebagai nabi dan rasul. Diantara bukti-bukti tersebut:

1. HIDANGAN JABIR RADHIYALLAHU ANHU
Jabir Radhiyallahu anhu bercerita, "Ketika kami menggali parit pada peristiwa khandaq, sebongkah batu yang sangat keras menghalangi kami, lalu para sahabat menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan, 'Batu yang sangat keras ini menghalangi kami menggali parit,' Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Aku sendiri yang akan turun." Kemudian beliau berdiri (dalam parit), sementara perut beliau diganjal dengan batu (karena lapar). Tiga hari (terakhir) kami (para shahabat) belum merasakan makanan, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil kampak dan memukul batu tersebut hingga pecah berkeping-keping. Lalu aku berkata, "Wahai Rasûlullâh, izinkanlah aku pulang ke rumah." Sesampaiku di rumah, aku bercerita kepada isteriku, "Aku tidak tega melihat kondisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apakah kamu memiliki sesuatu (makanan) ?" Isteriku menjawab, "Aku memiliki gandum dan anak kambing." Kemudian ia meyembelih anak kambing tersebut dan membuat adonan gandum hingga menjadi makanan dalam tungku. Ketika adonan makanan tersebut hampir matang dalam bejana yang masih di atas tungku, aku menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, "Wahai Rasûlullâh, aku memiliki sedikit makanan. Datanglah ke rumahku dan ajaklah satu atau dua orang saja." Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Untuk berapa orang ?" Lalu aku beritahukan kepada beliau. Beliau bersabda, "lebih banyak yang datang lebih baik." Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, "Katakan kepada isterimu, jangan ia angkat bejananya dan adonan roti dari tungku api sampai aku datang." Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bangunlah kalian semua." Kaum Muhâjirin dan Anshâr yang mendengar perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu langsung berdiri dan berangkat. Jabir Radhiyallahu anhu menemui isterinya (dengan cemas), dia mengatakan, "Celaka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama kaum Muhâjirîn dan Anshâr serta orang-orang yang bersama mereka." Isteri Jabir bertanya, "Apa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bertanya (tentang jumlah makanan kita) ?" Jâbir Radhiyallahu anhu menjawab, "Ya. " Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, "Masuklah dan jangan berdesak-desakan." Kemudian Rasûlullâh mencuil-cuil roti dan ia tambahkan dengan daging, dan ia tutup bejana dan tungku api. Selanjutnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dan mendekatkannya kepada para sahabatnya. Lantas beliau mengambil kembali bejana itu dan terus-menerus beliau lakukan itu hingga semua sahabat merasa kenyang dan makanan masih tersisa. Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kepada istri Jabir Radhiyallahu anhu), "Sekarang kamu makanlah ! Dan hadiahkanlah kepada orang lain, karena masih banyak orang yang kelaparan."

2. KABAR PENAKLUKAN KERAJAAN-KERAJAAN BESAR
Ketika para sahabat mendapatkan batu besar yang tidak bisa dipecahkan, maka Rasûlullâh mulai memukul batu tersebut. Beliau memulainya dengan membaca, "Bismillah." Lalu memukul dan berhasil menghancurkan sepertiganya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, "Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Syam. Demi Allâh, sekarang saya melihat istana yang merah." Beliau melanjutkan dengan pukulan kedua. Kali ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berhasil menghancurkan sepertiga berikutnya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, "Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Paris. Demi Allâh ! Saya melihat istananya yang putih." Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan dengan pukulan ketiga dan akhirnya batu yang tersisa berhasil dipecahkan. Setelah pukulan ketiga, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, "Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Yaman. Demi Allâh aku melihat pintu-pintu Shan'a dari tempatku ini."

SIKAP KAUM MUNAFIQIN
1. Mengingkari janji Allâh dan Rasul-nya
Kaum Muslimin mengimani dan membenarkan berita Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengabarkan tentang hal-hal yang akan terjadi, termasuk kabar tentang beberapa penaklukan. Sikap kaum Muslimin ini sesuai dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur'ân.

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَٰذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

"Dan tatkala kaum Mukminin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allâh dan Rasûl-Nya kepada kita." Dan benarlah Allâh dan Rasûl-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. [al-Ahzâb/33:22]

Sikap ini bertolak belakang dengan sikap orang-orang munafiq yang menganggap janji itu sebagai tipu daya belaka. Allah wa Jalla berfirman:

وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُورًا

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafiq dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, "Allâh dan rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya." [al-Ahzâb/33:22]

2. Mencari-cari alasan supaya bisa tidak ikut berperang dan memendam keinginan untuk mengacaukan barisan kaum Muslimin
Inilah diantara sikap orang-orang munafiq saat kaum Muslimin berhadapan dengan musuh yang berlipat ganda jumlah dan kekuatannya. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha melemahkan semangat kaum Muslimin dari dalam.Namun, Allâh Subhanahu wa ta'ala menyelamatkan kaum Muslimin dari akibat buruk ulah mereka dengan menyebutkan niat buruk mereka dalam al-Qur'ân.

KEINGINAN RASULULLAH BERDAMAI DENGAN KABILAH GATHAFAN
Setelah penggalian parit tuntas, tidak lama setelah itu, pasukan gabungan yang berjumlah sepuluh ribu pasukan tiba di kota Madinah, sementara kaum Muslimin sudah bersiap di seberang parit.

Melihat pasukan musuh dalam jumlah yang sangat besar dan kuat, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat untuk memperkecil kekuatan musuh agar bisa mengurangi beban kaum Muslimin akibat perang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat mengadakan perdamaian dengan kabilah Gathafan dengan syarat sebagai berikut:

1. Qabilah Gathafan harus menarik kembali pasukannya dari medan perang
2. Sebagai imbalannya, Rasûlullâh menyerahkan sepertiga hasil panen kaum Anshâr.

Namun keinginan ini dibatalkan setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar pendapat dua tokoh Anshâr yaitu Sa'ad bin Muâ'z dan Sa'ad bin Ubâdah yang tidak menyetujuinya. Keduanya menolak setelah tahu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa niat perdamaian ini semata mata keinginan Rasûlullâh dan bukan wahyu dari Allâh Azza wa Jalla.

Pertempuran Khandaq

Ketika pasukan sekutu tiba di Madinah, mereka dikagetkan dengan parit yang menghalangi jalan mereka mema  suki Madinah untuk menyerang kaum Muslimin. Berbagai upaya, mereka lakukan untuk menerobos parit, namun selalu gagal, karena diseberang sana ada kaum Muslimin yang siap menghujani mereka dengan anak panah. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengepung kota Madinah. Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan. Selama pengepungan tidak ada kontak senjata, yang ada hanya saling lempar dengan panah.

Karena melihat tidak ada kepastian, beberapa prajurit berkuda dari Quraisy seperti Amru bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abi Jahal, Hubairah bin Abi Wahab dan Dhirar bin al-Khathab berusaha menerobos parit dan mereka berhasil, kemudian terjadilah perang tanding antara Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Amru bin Abdi Wudd dan Ali berhasil membunuhnya, sementara yang lain melarikan diri dan kembali ke pasukan Quraisy. Disebutkan juga dalam perang tanding ini, Zubair Radhiyallahu anhu berhasil membunuh Naufal bin Abdillah.

Walaupun peperangan khandaq tanpa pertempuran langsung akan tetapi sangat menguras perhatian Rasûlullâh dan kaum Muslimin, sehingga beliau dan para shahabat tersibukkan dari shalat Ashar dan melaksanakannya setelah matahari terbenam.

KISAH NUA’IM BIN MAS’UD DAN KHUZAIFAH BIN AL-YAMAN
Ada beberapa kisah menarik dalam peperangan ini yang bisa kita ambil pelajaran darinya, misalnya :

1. Kisah Nu'aim bin Mas'ûd :
Beliau berasal dari qabilah Gathafan yang datang pada saat perang khandaq kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyatakan diri masuk Islam kemudian menawarkan diri untuk melakukan apa yang di perintahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Nua'im,"Engkau hanyalah salah seorang dari kami, tapi berusahalah menolong kami semampumu, sesungguhnya perang adalah tipu daya."[21]

Berita keislaman Nu'aim Radhiyallahu anhu belum terdengar oleh orang-orang kafir sehingga beliau memanfaatkan momen ini untuk mengadu domba Quraisy dengan bani Quraizhah. Dan sejak saat itu, kedua golongan ini saling mencurigai dan saling meragukan.

2. Kisah Hudzaifah bin al-Yaman
Beliau Radhiyallahu anhu menceritakan sendiri pengalamannya ketika diperintah oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari informasi tentang musuh. Hudzaifah Radhiyallahu anhu mengatakan :
"Suatu malam dalam perang Ahzâb, ketika angin bertiup kencang dan udara dingin menusuk tulang, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Adakah orang yang sanggup mencarikan berita tentang musuh untukku ? Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikannya bersamaku di surga."(Tiga kali Rasûlullâh mengulangi ucapan tersebut) dan para shahabat terdiam dan tidak ada satupun yang menjawab. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Hudzaifah, berdirilah, cari dan beritahukanlah kami kabar mengenai musuh!" Aku tidak punya pilihan, aku harus berdiri, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas memanggil namaku. Beliau bersabda, "Pergi dan carilah kabar mengenai musuh, dan jangan kamu mengagetkan mereka tentang diriku." Tatkala aku mulai beranjak dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seakan-akan aku berjalan dalam udara hangat (tidak kedinginan dan tidak berangin seperti yang dirasakan oleh orang lain-red), sampai aku berhasil mendekati mereka, lantas aku melihat Abu Sufyân yang sedang menghangatkan badannya dengan api, maka aku langsung menaruh anak panah pada busurnya dan membidikkannya kearah Abu Sufyan, sekiranya aku tidak ingat pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , 'Jangan kamu mengagetkan mereka dengan diriku.' niscaya aku telah melepaskan anak panahku dan mesti akan mengenai sasaran. Lalu aku kembali dengan berjalan kaki dalam kehangatan. Kemudian aku menemui Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kondisi musuh. Setelah itu aku pergi, tiba-tiba aku mulai merasakan kedinginan, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelimutiku dengan kain burdah yang biasa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pakai shalat , kemudian aku tertidur sampai pagi. Keesokan harinya, beliau bersabda, "Bangun, wahai orang yang banyak tidur."

ALLAH MENOLONG RASUL-NYA DAN KAUM MUSLIMIN
Sebulan sudah lamanya, pasukan sekutu mengepung kaum Muslimin, akhirnya pertolongan Allâh Azza wa Jalla yang dinanti-nanti kehadirannya datang pula. Bentuk pertolongan Allâh Azza wa Jalla diabadikan dalam al-Qur'ân :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا

"Wahai orang orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allâh (yang telah di karuniakan) kepada kalian ketika datang kepada kalian tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan pasukan yang tidak dapat kalian melihatnya. Dan Allâh maha melihat apa yang kamu kerjakan". [al-Ahzâb/33:9]

Angin topan yang dikirim oleh Allâh Azza wa Jalla itu, benar-benar telah memporak-porandakan dan berhasilkan melumpuhkan pasukan musuh sehingga Abu Sufyân mengajak pasukannya untuk pulang dan meninggalkan kota Madinah.

Demikianlah akhir kisah pasukan sekutu yang sangat besar jumlahnya dan kuat. Mereka tak memiliki kekuatan sedikitpun tatkala berhadapan dengan Allâh Azza wa Jalla yang Maha kuat dan perkasa yang di tangan-Nya segalan urusan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا ۚ وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا

"Dan Allâh menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allâh (yang menolong) menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.Dan Allâh Maha Kuat, Maha Perkasa." [al-Ahzâb/33:25]

Kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin itu merupakan jawaban Allâh Azza wa Jalla terhadap permohonan Rasul-Nya yang berdo'a :

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اهْزِمْ الْأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

"Ya Allâh, Rabb yang telah menurunkan kitab (al-Qur'ân) yang Maha cepat hisab-Nya, kalahkanlah barisan ahzâb (golongan musyrikin). Kalahkanlah dan guncangkanlah mereka."

Setelah perang ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah strategi perang dari strategi bertahan ke strategi menyerang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Mulai sekarang, kita akan memerangi mereka bukan mereka yang memerangi kita,dan kita akan menyerang mereka."

Dalam Perang Khandaq ini, meski berlangsung cukup lama, namun jumlah korban dari kedua belah pihak tidak banyak. Dari pihak kaum Muslimin yang mati syahid berjumlah delapan orang, diantaranya Sa'ad bin Muaz yang memiliki peran dan pengorbanan yang sangat besar untuk membela Islam. Beliau Radhiyallahu anhu meninggal setelah perang Bani Quraizhah. Beliau Radhiyallahu anhu meninggal karena luka parah yang dialaminya dalam perang Khandaq, sementara dari pihak musuh hanya empat orang saja yang menjadi korban.

PELAJARAN PENTING
1. Kedudukan shalat di hati Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat, serta bolehnya memohonkan keburukan untuk orang kafir yang menyebabkan kaum Muslimin terlalaikan dari ibadah.

2. Allâh Azza wa Jalla akan memberikan pertolongan atau kemenangan, jika perantara-perantara kemenangan yang telah ditetapkan Allâh telah dilaksanakan, bukan semata-mata di tentukan oleh jumlah pasukan yang sangat banyak atau perbekalan dan persenjataan lengkap.

3. Seorang pemimpin dituntut untuk merubah strategi dalam menghadapi musuh sesuai dengan maslahat dan mafsadahnya, sebagaimana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merubah strategi bertahan ke stratetegi menyerang.

Shared from Almanhaj.or.id for android http://bit.ly/Almanhaj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar