Jumat, 28 April 2017

KISAH-KISAH HEROIK DALAM PERANG UHUD

Perang Uhud terus berkobar. Kaum kuffâr Quraisy seolah mendapatkan semangat baru. Kondisi ini jelas berbeda dengan kondisi kaum Muslimin, terutama setelah psywar yang dilancarkan kaum Quraisy. Mereka memunculkan berita bohong yaitu Rasûlullâh telah berhasil mereka bunuh, padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Psywar ini semakin memperparah dan melucuti semangat sebagian kaum Muslimin. sehingga sebagian dari mereka melarikan diri, sementara yang lain terus bertempur sampai akhirnya wafat sebagai syahîd. Shahabat yang pertama kali melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan masih hidup adalah Ka’ab bin Mâlik Radhiyallahu anhu. Tak terbilang kegembiraan yang dirasakan Ka’ab Radhiyallahu anhu melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan masih hidup. Saking gembiranya, beliau Radhiyallahu anhu berteriak memberitahukan kondisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih hidup. Beliau Radhiyallahu anhu tidak sadar kalau perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini akan sangat membahayakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena secara tidak langsung dia memberitahukan posisi Rasûlullâh kepada orang-orang musyrik. Menyadari hal ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu agar diam, supaya tidak diketahui pasukan Quraisy.

Meski sudah berusaha agar tidak diketahui musuh, namun akhirnya musuh tahu juga posisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menumpahkan segala amarah dan kebenciaan mereka kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka semakin mendekati Rasulullah, kala itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sembilan shahabat (tujuh dari Anshâr dan dua dari muhâjirîn) yang ada disekitar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ يَرُدُّهُمْ عَنَّا وَلَهُ الْجَنَّةُ أَوْ هُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang mau menghalau mereka dari kita, maka dia akan mendapatkan surga atau menjadi temanku di surga ?

Mendengar ini, tujuh sahabat yang berasal dari Anshâr berusaha menghalau musuh dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun mereka tidak berhasil. Satu persatu diantara mereka berguguran sebagai syahîd sampai akhirnya habis. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada dua shahabatnya yang masih tersisa :

مَا أَنْصَفْنَا أَصْحَابَنَا

Kita tidak berbuat adil kepada para shahabat kita.

Maksudnya, dua shahabat yang berasal dari muhâjirîn ini tidak adil karena tidak melibatkan diri ketika kaum Anshâr itu berjuang membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dua orang ini hanya membiarkan mereka berperang, sampai akhirnya mereka gugur semua.

KISAH-KISAH HEROIK
Tercatat dalam sejarah, beberapa kisah heroik dalam peristiwa perang Uhud, diantara kisah-kisah itu ada yang sudah dibawakan dalam edisi sebelumnya dan berikut ini adalah kisah-kisah lainnya :

1. Kisah Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu anhu
Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin terdesak, para shahabat yang menyadari bahaya yang sedang mengancam Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjuang habis-habisan demi menyelamatkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tercatat dalam sejarah dengan tinta emas, perjuangan yang dilakukan Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu anhu . Beliau Radhiyallahu anhu bertempur mempertaruhkan nyawa sampai telapak tangan yang beliau Radhiyallahu anhu pergunakan untuk membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa difungsikan lagi. Thalhah inilah yang menyangga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya bisa naik ke bebatuan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kepung oleh pasukan Quraisy. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Thalhah pasti masuk surga. Dalam riwayat lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيْدٍ يَمْشِي عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ الله

Barangsiapa yang ingin melihat syahîd (orang yang mati syahîd) yang masih berjalan di muka bumi maka hendaklah dia melihat Thalhah bin Ubaidillah.”

2. Kisah Sa’d bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu
Shahabat lain yang tidak tertinggal membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Sa’d bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang mensuplay anak panah untuknya sambil bersabda, “Wahai Sa’d, ibu dan bapakku sebagai tebusan buatmu, panahilah (orang-orang kafir itu-red) !” Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikhususkan kepadanya ini mengobarkan semangat tempur beliau sehingga terus bertempur tanpa mengenal lelah. Kemampuan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang yang ahli memanah dipergunakan untuk membela dan melindungi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

3. Kisah Abu Thalhah al-Anshâri Radhiyallahu anhu
Abu Thalhah al-Anshâri Radhiyallahu anhu termasuk diantara shahabat yang posisinya dekat dengan Rasûlullâh disaat genting itu. Shahabat mulia yang nama aslinya adalah Zaid bin Sahl ini Radhiyallahu anhu juga seorang pemanah yang handal. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang lewat dengan membawa anah panah dengan wadahnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang itu untuk menyerahkannya ke Abu Thalhah. Beliau Radhiyallahu anhu terus berjuang demi menyelamatkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari bahaya. ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menantang bahaya karena ingin tahu keadaan musuh, Abu Thalhah Radhiyallahu anhu meminta kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurungkan niat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan : “Demi bapak dan ibuku, janganlah engkau keluar untuk melihat musuh ! (jika engkau lakukan itu-red) engkau akan terkena panah musuh. Leherku (Jiwaku) sebagai tebusan jiwamu.” Dalam sebuah hadits, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Abu Thalhah Radhiyallahu anhu , “Susngguh suara Abu Thalhah di tengah pasukan itu lebih berat dari seratus pasukan bagi orang musyrik.”

Meskipun Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibela dan dilindungi mati-matian oleh beberapa shahabat, namun tetap saja beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tak luput dari serangan musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menderita luka di wajah, bahkan menyebabkan gigi seri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam patah. Darah segar mengalir dari luka itu. Sambil mengusap darahnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana mungkin suatu kaum yang melukai wajah nabi mereka akan beruntung, sementara nabi mereka menyeru mereka kepada Islam.” Lalu Allâh Azza wa Jalla menurunkan firmanNya :

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ

Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allâh menerima taubat mereka atau mengazdab mereka Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. [Ali Imrân/3:128]

4. Kisah Abdullah bin Jahsy
Sebelum peperangan berkecamuk, Abdullah bin Jahsy mengatakan, “Sesungguhnya aku bersumpah untuk bertemu dengan musuh. Jika aku bertemu mereka, aku berharap mereka agar membunuhku kemudian melubangi perutku serta memutilasiku. Jika aku bertemu denganMu (ya Allâh) dan Engkau bertanya kepadaku, “Dalam rangka apa ini ?’ Maka aku akan menjawab, ‘Dalam (ragka membela agama)Mu.’ Ketika dia bertemu dengan para musuh Allâh Azza wa Jalla di medan tempur, dia terus bertempur melawan musuh-musuh Allâh itu, sampai akhirnya di akhir peperangan para shahabat mendapatinya dalam kondisi yang diharapkannya.

5. Amr bin al-Jamûh Radhiyallahu anhu
Amr bin al Jamûh Radhiyallahu anhu termasuk diantara para shahabat yang memiliki alasan yang dibenarkan syari’at untuk tidak ikut perang, karena beliau Radhiyallahu anhu pincang. Namun kondisi ini tidak mengurangi semangatnya untuk tetap iut berperang. Usaha anak-anaknya untuk menghalanginya pun tidak dipedulikannya. Akhirnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kerelaan anak-anak Amr bin al-Jamûh untuk membiarkannya ikut berjihad, kalau memang menginginkan mati syahîd. Amr Radhiyallahu anhu pernah bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Bagaimana pendapatmu, jika aku meninggal hari ini, bisakah aku menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Amr Radhiyallahu anhu mengatakan, “Demi Allâh yang telah mengutusmu dengan al-haq, insya Allâh, saya benar-benar akan menginjakkan kakiku ini di surga hari ini.” Kemudian beliau Radhiyallahu anhu terjun ke medan tempur sampai akhirnya keinginan beliau Radhiyallahu anhu tercapai.

6. Tsâbit bin Waqsy dan al Yamân
Kedua shahabat ini termasuk yang sudah berusia udzur, sehingga mereka diidzinkan untuk tidak ikut perang dan tinggal bersama kaum wanita dan anak-anak di Madînah. Namun kerinduan mereka terhadap mati syahîd membuat mereka enggan tinggal di Madînah. Keduanya menyusul kaum Muslimin dan terjun di medan tempur. Akhirnya, Tsâbit bin Waqsy gugur sebagai syahîd di tangan musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla , sementara al Yamân ayahanda Hudzaifah Radhiyallahu anhu mati syahîd, dibunuh pasukan kaum Muslimin karena mereka mengira beliau Radhiyallahu anhu adalah musuh. Ketika perang telah usai, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak membayarkan diyat sebagai tebusan atas terbunuhnya al Yamân, namun putra beliau Radhiyallahu anhu Hudzaifah Radhiyallahu anhu enggan menerimanya dan menyedekahkannya untuk kepentiangan kaum Muslimin.

7. Hanzhalah bin ‘Aamir
Beliau adalah pengantin baru. Malam ketika panggilan perang di komandangkan, beliau Radhiyallahu anhu sedang bersama istri. Beliau Radhiyallahu anhu bergegas memenuhi panggilan tersebut tanpa sempat mandi junub terlebih dahulu. Ketika perang berkecamuk, beliau Radhiyallahu anhu maju berperang sampai akhirnya meninggal. Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat jenazah beliau Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, teman kalian ini sedang dimandikan oleh para malaikat.” Oleh karena itu, beliau digelari gasîlul malaaikah (orang yang dimandikan oleh para malaikat) atau al gasîl (orang yang dimandikan).

8. Amr bin Uqaisy Radhiyallahu anhu
Awalnya, beliau Radhiyallahu anhu termasuk orang yang sangat membenci Islam, sehingga meskipun semua kaumnya dari Bani Ashal sudah memeluk Islam, beliau Radhiyallahu anhu tetap dalam pendiriannya, tidak mau memeluk Islam. Ketika perang Uhud berkobar, dia mencari beberapa teman yang dikenalnya di tempat tinggal mereka, namun tidak dia tidak berhasil. karena para shahabat yang dicari semuanya ikut perang Uhud. Beliau Radhiyallahu anhu bergegas kembali ke rumah, mengenakan baju besinya lalu memacu kudanya ke arah bukit Uhud. Saat kaum Muslimin melihat kedatangannya, mereka serta merta menghalaunya, “Wahai Amr, menjauhlah dari kami!” Amr menjawab, “Aku telah beriman.” Beliau Radhiyallahu anhu terus maju ke medan tempur. Dalam pertempuran tersebut mengalami luka-luka. Ketika peperangan usai, para shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkannya ke rumah keluarganya dalam keadaan tubuh penuh luka. Sa’d bin Mu’adz mendatanginya dan mengatakan kepada saudarinya :

سَلِيهِ حَمِيَّةً لِقَوْمِكَ أَوْ غَضَبًا لَهُمْ أَمْ غَضَبًا لِلَّهِ فَقَالَ بَلْ غَضَبًا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ

Tolong tanyakan kepadanya, (apakah dia melakukan ini) demi membela kaumnya, marah karena mereka ataukah marah karena Allâh Azza wa Jalla ? Amr menjawab, “Marah karena Allâh dan RasulNya.”

Akhirnya karena luka yang teramat parah, beliau Radhiyallahu anhu meninggal dan masuk surga, padahal beliau Radhiyallahu anhu belum pernah menunaikan shalat meskipun sekali.

SYUHADA UHUD

Dalam peperangan menegakkan kalimatulhaq ini, banyak dari kalangan sababat Nabi Radhiyallahu anhum yang mendapatkan anugerah syahâdah. Menurut perhitungan ulama sirah, Ibnu Ishâq rahimahullah, tercatat 65 sahabat Rasulullah telah menemui syahid.

Berikut ini, sebagian nama-nama sahabat Rasulullah Radhiyallahu anhum dari kalangan Muhajirin yang menenui syahid tersebut kami ulas secara ringkas. Diadaptasi dari risalah Syuhadâ Uhud Alladzîna Dzakarahumullahu Ibnu Ishâq fi Maghâzihi, karya Dr. Muhammad bin 'Abdillah bin Ghabbân ash-Shubhi, Majallatul-Jâmi'atil-Islâmiyyah, Madinah, KSA, Edisi 124, Th. XXXVI, 1424 H. Diterjemahkan oleh M. Rijal dan M. 'Ashim. Selamat menyimak.

HAMZAH BIN 'ABDUL-MUTHTHALIB RADHIYALLAHU ANHU
Siapakah beliau ini? Lengkapnya, ia bernama Hamzah Abu ‘Amârah bin 'Abdul-Muththalib bin Hâsyim bin 'Abdi Manâf al-Quraisyi al-Hâsyimi. Ibunya bernama Halah binti Wuhaib bin 'Abdi Manaf bin Zuhrah. Beliau merupakan paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sekaligus saudara sepersusuan, serta kerabat dekatnya dari jalur ibu. Dilahirkan dua tahun sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Memeluk Islam pada tahun kedelapan dari kenabian atau pada tahun keenam kenabian setelah nabi memasuki Darul Arqâm , berdasarkan riwayat lain.

Terkenal dengan gelar Asadullah (singa Allah) dan sayyidusy-syuhada’ (penghulu para syuhada). Di Perang Badr, beliau berhasil menghempaskan beberapa tokoh musyrikin. Seperti, Syaibah bin Rabî’ah, Thu’aimah bin ‘Adi, dan ‘Utbah bin Rabî’ah. Begitu pula pada perang Uhud, beliau berhasil menewaskan 30 orang lebih, sebelum akhirnya gugur di tangan Wahsyi, budak milik Jubair bin Muth’im.

Di dalam kitab Shahîh-nya[1], Imam al-Bukhari menyebutkan kisah tentang kesyahidan Hamzah Radhiyallahu anhu secara rinci, sebagaimana yang diriwayatkan oleh sang pembunuhnya sendiri, yang akhirnya masuk Islam.

Wahsyi bertutur:
Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu’aimah bin ‘Adi bin al-Khiyar (paman Jubair bin Muth’im) di perang Badr. Majikanku, Jubair bin Muth’im menawariku : "Jika engkau sanggup membunuh Hamzah, maka engkau merdeka”.

Wahsy melanjutkan kisahnya:
Tatkala orang-orang bergerak pada tahun ‘Înîn (peristiwa perang Uhud),[2] aku pergi bersama mereka untuk berperang. Ketika mereka telah berbaris rapi, siap memulai peperangan, majulah Siba` (dari barisan kaum musyrikin, pent), seraya sesumbar menyerukan tantangan: “Adakah yang ingin beradu tanding denganku?”

Maka keluarlah Hamzah dan menyahut: “Wahai Siba`, anak wanita pemotong kelentit! Apakah engkau bersikeras menantang Allah dan Rasul-Nya?” Dengan gesit, Hamzah berhasil menghabisinya.

(Sementara) aku bersembunyi mengintai Hamzah di balik batu besar. Begitu jangkauan mata tombakku berada pada posisi yang tepat, maka aku lemparkan ke arah perutnya bagian bawah hingga tembus melalui kedua pangkal pahanya. Itulah saat kematiannya.

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, dan kemudian muncul Musailamah al-Kadzdzâb, Wahsyi berkata: "Aku akan pergi untuk mencari Musailamah. Semoga aku bisa membunuhnya sebagai tebusanku atas Hamzah,” dan ia pun pergi ikut mencari Musailamah bersama kaum muslimin lainnya.
Tatkala menemukan Musailamah, maka aku lemparkan tombakku tepat mengenai dada Musailamah hingga tembus di antara kedua pundaknya. Bersamaan dengan itu, seorang Anshar ikut memukulkan pedangnya di kepala Musailamah".

Ketika itu, jasad Hamzah Radhiyallahu anhu sudah dalam keadaan tercincang. Hindun binti ‘Utbah telah membelah perutnya, lalu mengeluarkan hatinya dan mengunyahnya, dan memuntahkannya kembali.

Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah meriwayatkan, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan Hamzah yang telah syahid. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menitikkan air mata. Dan ketika melihatnya menjadi korban kebiadaban, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menarik napasnya. Tidak ada pemandangan yang lebih menyakitkan hati beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripadanya. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan ucapannya: “Semoga Allah merahmatimu, wahai Paman. Padahal dahulu engkau orang yang menyambung tali silaturahim, dan banyak melakukan kebajikan”.

Hamzah Radhiyallahu anhu , sang Singa Allah ini dikuburkan bersama 'Abdullah bin Jahsy dalam satu liang lahat.

'ABDULLAH BIN JAHSY RADHIYALLAHU ANHU
'Abdullah bin Jahsyi termasuk sahabat yang pertama-tama masuk Islam dan berhijrah ke Habasyah. Perang Badr juga beliau ikuti. Ya, dialah Abu Muhammad, 'Abdullah bin Jahsy al-Asadi. Dialah yang pertama kali mendapat gelar amir dalam Islam. Yaitu ketika diutus oleh Rasulullah dalam suatu ekspedisi peperangan. Ibunya bernama Umaimah binti 'Abdul-Muththalib bin Hâsyim bin 'Abdi Manâf bin Qushay.

Kisahnya dalam Perang Uhud, tergambar pada doa yang dilantunkannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diceritakan, tatkala Perang Uhud berkecamuk, 'Abdullah bin Jahsyi berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaagar mendapatkan mati syahid, dan Allah mengabulkan permohonannya.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa 'Abdullah bin Jahsyi Radhiyallahu anhuberkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqash z : “Tidakkah kita berdoa”? Maka, Sa’ad berkata: "Maka kami menyendiri di suatu tempat,” lantas Sa’ad mulai berdoa: “Wahai, Rabbku! Apabila besok kami bertemu musuh, maka pertemukanlah aku dengan seorang yang paling kuat, sehingga aku memeranginya karena-Mu, kemudian berikanlah aku kemenangan atasnya hingga aku bisa membunuhnya dan mengambil hartanya".

“Abdullah bin Jahsyi mengamininya, kemudian ia berdoa, 'Ya, Allah! Berilah kepadaku seorang yang paling kuat, yang aku perangi karena-Mu, sampai ia bisa membunuhku, kemudian memotong hidung dan telingaku, sehingga jika aku menjumpai-Mu, maka aku katakan, ini semua untuk membela-Mu dan membela Rasul-Mu. Lalu Engkau mengatakan, kamu benar', Sa’ad melanjutkan kisahnya: “Sungguh doanya lebih baik dari doaku, dan aku telah melihatnya pada akhir siang, keadaan hidung dan telingannya tergantung di seutas benang”.

Beliau dibunuh oleh Abul-Hakam bin al-Akhnas bin Syarîq. Setelah itu dikuburkan bersama Hamzah dalam satu liang lahat. Beliau mendapatkan syahid dalam usia 40 tahun beberapa bulan.

MUSH’AB BIN ‘UMAIR RADHIYALLAHU ANHU
Abu Muhammad Mush’ab bin ‘Umair bin Hâsyim bin 'Abdi Manâf bin 'Abdid-Dâr bin Qushay Isterinya bernama Hamnah binti Jahsyi. Beliau termasuk dari kalangan sahabat Nabi yang senior dan banyak memiliki keutamaan. Seorang pemuda yang sangat tampan di kota Mekkah. Kedua orang tuanya sangat mencintainya. Ibunya yang kaya raya memberinya pakaian yang paling bagus dan lembut. Dia juga orang yang paling harum dan wangi di Mekkah, mengenakan sandal hadhrami (dari Yaman).

Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam mengingatnya, beliau mengatakan: “Saya tidak pernah melihat seseorang di Mekkah yang paling bagus juntaian rambutnya, tidak pula yang lebih halus pakaiannya, serta lebih banyak mendapatkan kemewahan hidup daripada Mush’ab bin ‘Umair”.

Mush’ab bin ‘Umair masuk Islam ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumah al-Arqam. Dia menyembunyikan keislamannya dari keluarga dan kaumnya, tetapi kemudian diketahui oleh ‘Utsmân bin Thalhah. Lalu ia pun memberitahukan hal itu kepada keluarganya. Mereka mempercayainya sehingga menyebabkan Mush’ab tertahan dan terkekang oleh keluarganya. Hingga suatu hari Mush'ab berhasil lolos dan pergi berhijrah ke Habasyah bersama para sahabat yang lain. Beberapa saat kemudian ia kembali ke Mekkah lalu hijrah ke Madinah.

Seperti di Perang Badr, pada Perang Uhud ini, beliaulah orang yang membawa bendera kaum Muslimin di bawah komando Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam . Syahidnya di Perang Uhud karena terbunuh oleh Ibnu Qami’ah al-Laitsi yang menyangka Mush'ab Radhiyallahu anhu sebagai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam , dalam usia 40 tahun. Sehingga Ibnu Qami'ah lantas menemui orang-orang Quraisy sambil berseru: "Aku telah membunuh Muhammad".

Begitu Mush'ab terbunuh, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam memberikan bendera kepada ‘Ali bin Abi Thalib hingga akhir peperangan. Ketika peperangan telah usai, Rasulullah mendapati Mush'ab yang sudah tidak bernyawa itu dengan pakaian yang ia gunakan, ternyata tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya. Jika kepalanya ditutup, maka nampak kedua kakinya. Sebaliknya, jika kedua kakinya ditutup, maka akan nampak kepalanya. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar bagian kepalanya ditutup dengan pakaiannya, dan untuk kakinya dengan idzkhir (semacam rumput). Setelah itu Sahabat Mush'ab Radhiyallahu anhu dimakamkan.

Sekembalinya Rasulullah dan para sahabat dari peperangan, Hamnah Radhiyallahu anha, isteri Mush’ab menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengabarkan kematian saudaranya, 'Abdullah bin Jahsyi Radhiyallahu anhu. Beliau ber-istirja` dan meminta ampun kepada Allah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam pun mengabarkan kematian pamannya dari jalur ibu, yaitu Hamzah bin 'Abdul-Muththalib. Wanita itu pun kembali ber-istirja` dan memohon ampun kepada Allah.

Akan tetapi, tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam mengabarkan kematian Mush’ab bin ‘Umair, isterinya berteriak histeris. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda,"Sesungguhnya, seorang suami itu memiliki tempat tersendiri dalam hati isterinya. Dia terlihat tegar tatkala mendengar kematian paman dan saudaranya. Akan tetapi, dia akan berteriak histeris terhadap suaminya”.

SYAMMÂS BIN ‘UTSMÂN RADHIYALLAHU ANHU
Syammâs bin ‘Utsmân bin asy-Syarîd bin Harami al-Qurasyi al-Makhzûmi. Dia berasal dari Bani ‘Amir bin Makhzum. Nama aslinya ialah ‘Utsmân. Wajahnya sangat tampan. Oleh karena itu, beliau dijuluki Syammâs. Ibunya bernama Shafiyah binti Rabi’ah bin 'Abdi Syams.

Beliau masuk ke dalam barisan kaum Muslimin pada awal-awal munculnya Islam. Termasuk salah satu dari sahabat yang berhijrah ke Habasyah dan ikut serta dalam Perang Badr, dan menemui syahid di Perang Uhud dalam usia 34 tahun dan tidak memiliki keturunan. Beliau z dibunuh oleh Ubay bin Khalaf al-Jumahi.

Ketika terjadi Perang Uhud, beliau z menjadikan tubuhnya sebagai perisai dan pelindung bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam mengatakan: “Ketika itu, tidaklah ia mirip kecuali seperti tameng". Dalam riwayat lain ditambahkan, "tidaklah ada serangan yang datang dari sisi manapun, melainkan ia membentengi diriku dengan dirinya sendiri”.

Dalam peperangan itu, setiap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam melemparkan pandangan ke kanan dan ke kiri, selalu melihat Syammâs di depan beliau, membela dengan pedangnya. Tatkala Rasulullah pingsan, Syammâs menjadikan dirinya sebagai pelindung Rasulullah, hingga akhirnya sahabat ini sekarat.

Tatkala perang usai, ia dibawa ke kota Madinah. Masih nampak sisa-sisa kehidupan pada dirinya. Maka beliau pun kemudian dirawat tempat ‘Aisyah. Sehingga Ummu Salamah berkata: “Mengapa dia ditempatkan selain di tempatku, padahal ia putra pamanku?"

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda kepada para sahabat: “Bawalah ia ke tempat Ummu Salamah!” Lalu dibawalah sahabat Syammâs Radhiyallahu anhu ke tempat Ummu Salamah Radhiyallahu anhu. Akhirnya, beliau pun meninggal dunia di tempat Ummu Salamah. Kemudian Nabi memerintahkan agar Syammâs bin ‘Utsman Radhiyallahu anhu dibawa kembali ke bukit Uhud untuk dikuburkan di sana.

Syuhada Perang Uhud dari Kalangan Kaum Anshar
Dari Suku Aus.
1. 'Amr bin Mu'âdz bin an-Nu'mân Radhiyallahu anhu .
2. Al-Hârits bin Anas bin Râfi' Radhiyallahu anhu .
3. 'Amârah bin Ziyâd bin as-Sakan Radhiyallahu anhu .
4. Salamah bin Tsâbit bin Waqsy Radhiyallahu anhu .
5. 'Amr bin Tsâbit bin Waqsy Radhiyallahu anhu .
6. Tsâbit bin Waqsy Radhiyallahu anhu .
7. Rifâ'ah bin Waqsy Radhiyallahu anhu .
8. Husail bin Jâbir, ayah Hudzaifah, yang dikenal dengan al-Yamân Radhiyallahu anhu .
9. Shaifi bin Qaizhi Radhiyallahu anhu .
10. Hubâb bin Qaizhi Radhiyallahu anhu .
11. 'Abbâs bin Sahl Radhiyallahu anhu .
12. al Hârits bin Aus bin Mu'âdz Radhiyallahu anhu .
13. Iyâs bin Aus bin 'Atîk Radhiyallahu anhu .
14. 'Ubaid bin at Taiyyihân Radhiyallahu anhu .
15. Hubaib bin Yazîd bin Taim Radhiyallahu anhu .
16. Yazîd bin Hathib bin Umayyah bin Râfi' Radhiyallahu anhu .
17. Abu Sufyân bin al Harits bin Qais bin Zaid Radhiyallahu anhu .
18. Hanzhalah bin Abi 'Âmir (al-Ghasîl) Radhiyallahu anhu .
19. Unais bin Qatadah Radhiyallahu anhu .
20. Abu Hayyah Radhiyallahu anhu , saudara seibu Sa'ad bin Khaitsamah Radhiyallahu anhu .
21. 'Abdullah bin Jubair bin an-Nu'mân Radhiyallahu anhu (komandan pasukan pemanah).
22. Khaitsamah Abu Sa'ad bin Khaitsamah Radhiyallahu anhu .
23. 'Abdullah bin Salamah Radhiyallahu anhu .
24. Subai' bin Hâthib bin al Hârits bin Qais bin Haisyah Radhiyallahu anhu .

Dari Suku Khazraj.
1. 'Amr bin Qais Radhiyallahu anhu .
2. Qais bin 'Amr Radhiyallahu anhu .
3. Tsâbit bin 'Amr bin Zaid Radhiyallahu anhu .
4. Amir bin Mukhallad Radhiyallahu anhu .
5. Abu Hubairah bin al-Hârits bin 'Alqamah Radhiyallahu anhu .
6. 'Amr bin Mutharrif bin 'Alqamah bin 'Amr Radhiyallahu anhu .
7. Aus bin Tsâbit bin al-Mundzir Radhiyallahu anhu .
8. Anas bin an-Nazhar Radhiyallahu anhu .
9. Qais bin Mukhallad Radhiyallahu anhu .
10. Kaisân maula Bani 'Adi bin an-Najjâr Radhiyallahu anhu .
11. Sulaim bin al-Hârits Radhiyallahu anhu .
12. Nu'mân bin Abdi 'Amr Radhiyallahu anhu .
13. Khârijah bin Zaid bin Abâi Zuhair Radhiyallahu anhu .
14. Sa'ad bin ar-Rabî' bin 'Amr bin Abu Zuhair Radhiyallahu anhu .
15. Aus bin al-Arqam bin Zaid Radhiyallahu anhu .
16. Mâlik bin Sinân bin 'Ubaid Radhiyallahu anhu (ayah Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu ).
17. Sa'id bin Suwaid bin Qais bin 'Âmir bin 'Abbâd bin al-Abjar Radhiyallahu anhu .
18. 'Utbah bin Rabî bin Râfi' Radhiyallahu anhu .
19. Tsa'labah bin Sa'd bin Mâlik Radhiyallahu anhu .
20. Tsaqf bin Farwah bin al-Badan Radhiyallahu anhu .
21. 'Abdullah bin 'Amr bin Wahb Radhiyallahu anhu .
22. Dhamrah bin 'Amr bin Ka'b bin 'Amr bin al-Juhani Radhiyallahu anhu .
23. Naufal bin 'Abdullah Radhiyallahu anhu .
24. 'Abbâs bin 'Ubâdah bin Nadhlah bin Mâlik bin al-'Ajlân Radhiyallahu anhu .
25. Nu'mân bin Mâlik bin Tsa'labah bin Fihr bin Ghanm bin Salîm Radhiyallahu anhu .
26. al Mujaddar bin Dziyâd bin 'Amr bin Zamzamah bin 'Amr bin 'Amârah Radhiyallahu anhu .
27. 'Ubâdah bin al-Hashâs Radhiyallahu anhu .
28. Rifâ'ah bin 'Amr Radhiyallahu anhu .
29. 'Abdullah bin 'Amr bin Harâm bin Tsa'labah bin Harâm Radhiyallahu anhu .
30. 'Amr bin al-Jamûh bin Zaid bin Harâm Radhiyallahu anhu .
31. Khallâd bin 'Amr bin al-Jamûh bin Zaid bin Harâm Radhiyallahu anhu .
32. Abu Aiman maula 'Amr bin al-Jamûh Radhiyallahu anhu .
33. Salîm bin 'Amr bin Hadîdah Radhiyallahu anhu .
34. 'Antarah maula Salîm bin 'Amr bin Hadîdah Radhiyallahu anhu .
35. Sahl bin Qais bin Abu Ka'b bin al Qain Radhiyallahu anhu .
36. Dzakwân bin Abd Qais Radhiyallahu anhu .
37. 'Ubaid bin al-Mu'alla bin Ludzân Radhiyallahu anhu .

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Shared from Almanhaj.or.id for android http://bit.ly/Almanhaj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar