Minggu, 30 April 2017

Bolehkah Menjamak Dua Shalat Sebelum Safar?

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masalah ini menjadi perdebatan di antara kami dan sahabat-sahabat kami, apakah memang dibolehkan menjamak shalat sedangkan saat itu kita belum bersafar, baru bersafar setelah dua jam kemudian. Penulis sendiri berpendapat bahwa boleh saja menjamak ketika itu jika memang kita khawatir waktu shalat kedua akan habis sehingga kita sulit mengerjakan shalat kedua padahal shalat wajib lebih baik dikerjakan di saat turun dari kendaraan (berbeda halnya dengan shalat sunnah). Mengenai pendapat penulis ini, itu hasil kajian kami selama ini. Mungkin ada  yang akan menyanggah, “Kan kita belum bersafar (masih di sakan atau asrama), hanya baru berniat untuk bersafar, kenapa sudah boleh menjamak?” Agar semakin jelas dan menemukan alasannya, simak penjelasan dalam artikel ini dan simak penjelasan para ulama akan hal ini. Allahumma yassir wa a’in.

Maksud Menjamak Shalat dan Qoshor

Menjamak shalat artinya menggabungkan dua shalat dan dikerjakan di satu waktu. Shalat yang boleh dijamak hanyalah empat shalat, yaitu shalat zhuhur, ‘ashar, maghrib dan ‘isya’. Shalat zhuhur dijamak dengan shalat ‘ashar, sedangkan shalat maghrib dijamak dengan shalat ‘isya’. Sedangkan mengqoshor artinya meringkas shalat yang jumlahnya empat raka’at menjadi dua raka’at. Shalat yang boleh diqoshor hanya tiga shalat, yaitu shalat zhuhur, ‘ashar dan ‘isya, yaitu masing-masing diringkas dari empat raka’at menjadi dua raka’at.

Sebab Bolehnya Menjamak dan Mengqoshor Shalat

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan pelajaran berharga yang patut kita perhatikan. Beliau rahimahullah berkata,

وَالْقَصْرُ سَبَبُهُ السَّفَرُ خَاصَّةً لَا يَجُوزُ فِي غَيْرِ السَّفَرِ وَأَمَّا الْجَمْعُ فَسَبَبُهُ الْحَاجَةُ وَالْعُذْرُ فَإِذَا احْتَاجَ إلَيْهِ جَمَعَ فِي السَّفَرِ الْقَصِيرِ وَالطَّوِيلِ وَكَذَلِكَ الْجَمْعُ لِلْمَطَرِ وَنَحْوِهِ وَلِلْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ رَفْعُ الْحَرَجِ عَنْ الْأُمَّةِ

Sebab qoshor shalat khusus hanya karena seseorang itu bersafar. Tidak boleh seseorang mengqoshor shalat pada selain safar. Adapun sebab menjamak shalat adalah karena adanya hajat (kebutuhan) dan adanya udzur (halangan). Jika seseorang butuh untuk menjamak shalat, maka ia boleh menjamaknya pada safar yang singkat atau safar yang waktunya lama. Begitu pula seseorang boleh menjamak shalat karena alasan hujan dan kesulitan semacam itu, karena sakit, dan sebab lainnya. Karena ingat sekali lagi, sebab menjamak shalat adalah untuk menghilangkan kesulitan pada kaum muslimin.[1]

Jika kita benar-benar memperhatikan penjelasan di atas, Ibnu Taimiyah rahimahullah menggaris bawahi bahwa sebab kita menjamak shalat adalah karena adanya kebutuhan, bukan karena seseorang itu bersafar. Sehingga tidak setiap safar itu mesti menjamak shalat. Keringanan yang khusus ada pada safar adalah mengqoshor shalat. Moga Allah mudahkan untuk memahami hal ini.

Mulai Boleh Mengqoshor Shalat Ketika Telah Berpisah dari Negeri

Seorang musafir tidak mendapatkan keringanan safar kecuali jika ia telah keluar dari negerinya. Musafir tersebut terus mendapatkan keringanan safar hingga ia balik lagi ke negerinya. Jadi janganlah musafir tersebut mengqoshor shalat kecuali jika ia telah keluar dari kota atau negerinya (batas kotanya), sehingga tidak boleh ia mengqoshor shalat sedangkan ia masih di sakan, asrama atau rumahnya.

Dalam Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,

ولذلك لا يجوز أن يقصر الصلاة حتى يخرج من البلد

“Oleh karena itu, tidak dibenarkan seseorang mengqoshor shalat sampai ia keluar dari negerinya.”[2]

Demikianlah pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama). An Nawawi rahimahullah mengatakan,

ذكرنا أن مذهبنا أنه إذا فارق بنيان البلد قصر ولا يقصر قبل مفارقتها وان فارق منزله وبهذا قال مالك وأبو حنيفة واحمد وجماهير العلماء

“Menurut madzhab kami (Syafi’iyah), seorang musafir baru boleh mengqoshor shalat setelah ia berpisah dari negerinya dan tidak boleh ia mengqoshor shalat sebelum berpisah dari negerinya walaupun ia baru saja keluar dari rumahnya. Demikian hal ini juga menjadi pendapat Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan mayoritas (jumhur) ulama.”[3]

Jika Merasa Berat, Boleh Menjamak Shalat Meskipun Masih di Negerinya

Seorang musafir boleh menjamak dua shalat sebelum safar jika ia memang merasa berat menunaikan shalat yang kedua ketika ia dalam perjalanan. Yang tidak diperkenankan dalam kondisi semacam ini adalah mengqoshor shalat. Jadi ketika masih di rumah, baru keinginan untuk bersafar dan merasa sulit mengerjakan shalat kedua saat di perjalanan, maka boleh memajukan shalat kedua ke waktu shalat pertama. Namun ingat tanpa diqoshor, hanya menjamak saja.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

وتبدأ أحكام السفر إذا فارق المسافر وطنه وخرج من عامر قريته أو مدينته ، ولا يحل لكم أن تجمعوا بين الصلاتين حتى تغادروا البلد إلا أن تخافوا أن لا يتيسر لكم صلاة الثانية أثناء سفركم

“Hukum safar dimulai jika seorang musafir berpisah dari negeri atau kotanya. Begitu pula tidak boleh kalian menjamak dua shalat kecuali setelah ia meninggalkan negerinya. Hal ini dikecualikan jika kalian tidak mudah mengerjakan shalat kedua di perjalanan.”[4] Artinya di sini, Syaikh rahimahullah membolehkan jika sulit atau merasa berat mengerjakan shalat kedua di perjalanan, maka boleh memajukan shalat kedua ke waktu pertama, dilakukan shalat jamak taqdim.

Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah berkata,

وإذا دخل وقت الظهر وأنت لم تبدأ السفر : فإنه يجب عليك أن تصلي صلاة الظهر تمامًا من غير قصر . وأما صلاة العصر : فإن كان سفرك ينتهي وقت العصر ؛ فإنك تصلي العصر تامة في وقتها إذا وصلت ، أما إذا كان السفر يستمر من الظهر إلى بعد غروب الشمس بحيث يخرج وقت العصر وأنت في السفر ، ولا يمكنك النزول لما ذكرت من أن صاحب السيارة لا يوافق على التوقف : فلا مانع من الجمع في هذه الحالة ؛ لأن هذه حالة عذر تبيح الجمع ، ولكن مع الإتمام . إذا صليت العصر مع الظهر جمع تقديم وأنت في بيتك ، وتريد السفر بعدها : فإنك تصلي الظهر والعصر تمامًا كل واحدة أربع ركعات ، ولا بأس بالجمع ؛ لأن الجمع يباح في هذه الحالة ، أما القصر : فإنه لم يبدأ وقته ؛ لأن القصر إنما يجوز بعد مفارقة البنيان الذي هو موطن إقامتك

“Jika telah masuk waktu Zhuhur dan engkau belum memulai safar, maka hendaklah engkau mengerjakan shalat Zhuhur secara sempurna (empat raka’at) tanpa mengqoshor. Adapun shalat ‘Ashar, jika engkau sampai tempat tujuan dan masih mendapati waktu ‘Ashar, maka hendaklah engkau shalat ‘Ashar secara sempurna (empat raka’at) di waktunya. Namun jika safar tersebut berlanjut mulai dari waktu Zhuhur hingga terbenamnya matahari, artinya sampai waktu ‘Ashar berakhir engkau masih di perjalanan dan sama sekali engkau tidak mampu turun dari kendaraan, juga pemilik kendaraan tidak mau untuk berhenti kala itu, maka tidak mengapa engkau menjamak dua shalat dalam kondisi semacam itu. Karena kondisi demikian masih dibolehkan untuk menjamak shalat, akan tetapi jamaknya tetap sempurna (empat raka’at, tanpa diqoshor). Jika ingin melaksanakan shalat ‘Ashar digabung dengan shalat Zhuhur (jamak takdim) sedangkan saat itu engkau masih di rumahmu dan ingin bersafar setelah itu, maka engkau kerjakan shalat Zhuhur dan ‘Ashar secara sempurna yaitu masing-masing empat raka’at, dan tidak mengapa untuk menjamak shalat saat itu. Karena ingat sekali lagi bahwa ini adalah kondisi yang dibolehkan untuk menjamak shalat. Adapun mengqoshor shalat saat itu (masih berada di rumah, belum berangkat safar), maka belum dimulai. Karena qoshor shalat hanya boleh dilakukan setelah berpisah dari negerimu.”[5]

Kata Simpulan

Dari pembahasan di atas, kita bisa tarik kesimpulan bahwa menjamak dua shalat sebelum safar itu dibolehkan dengan syarat merasa sulit mengerjakan shalat kedua di waktunya dan takut waktu shalat kedua itu habis. Namun ketika masih belum bersafar, hanya dibolehkan menjamak shalat tanpa mengqoshornya. Wallahu waliyyut taufiq.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


-------------
[1] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 22/292.
[2] Asy Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, Kitab Ash Shaum
[3] Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Ya’sub, 4/349
[4] Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, 15/346.
[5] Al Muntaqo, Syaikh Sholeh Al Fauzan, 3/62.

Shared from Rumaysho.com for android http://bit.ly/Rumaysho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar