Jumat, 28 April 2017

Apakah disunnahkan duduk istirahat ketika bangkit ke raka’at kedua?

Dalil tentang disyari’atkannya duduk istirahat ketika bangkit ke raka’at kedua adalah hadits dari Abu Qilabah ‘Abdullah bin Zaid Al Jarmi Al Bashri, ia berkata,

جَاءَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ فِي مَسْجِدِنَا هَذَا فَقَالَ إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ أُصَلِّي كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَقُلْتُ لِأَبِي قِلَابَةَ كَيْفَ كَانَ يُصَلِّي قَالَ مِثْلَ شَيْخِنَا هَذَا قَالَ وَكَانَ شَيْخًا يَجْلِسُ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ قَبْلَ أَنْ يَنْهَضَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى

“Malik bin Al Huwairits pernah mendatangi kami di masjid kami. Ia pun berkata, “Sesungguhnya aku ingin mengerjakan shalat sebagai contoh untuk kalian meskipun aku tidak ingin mengerjakan shalat. Aku akan mengerjakan shalat sebagaimana shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah aku lihat.” Ayub kemudian bertanya kepada Abu Qilabah, “Bagaimana Malik bin Al Huwairits mengerjakan shalat?” Abu Qilabah menjawab,
“Seperti shalat syaikh kami ini. Beliau duduk ketika mengangkat kepalanya setelah sujud sebelum beliau bangkit dari raka’at pertama.” (HR. Bukhari no. 677).

Di sini para ulama memiliki silang pendapat apakah duduk istirahat disunnahkan bagi setiap orang ataukah tidak. Bahkan dalam madzhab Syafi’i Syafi’i sendiri terdapat beda pendapat karena pemahaman terhadap dalil yang berbeda.

Pendapat pertama, jika yang shalat dalam keadaan lemah karena sakit, sudah tua atau sebab lainnya, maka disunnahkan untuk melakukan duduk istirahat. Jika tidak demikian, maka tidak dituntunkan. Inilah pendapat dari Abu Ishaq Al Maruzi.

Pendapat kedua, disunnahkan bagi setiap orang untuk melakukan duduk istirahat. Inilah pendapat dari Imam Al Haromain dan Imam Al Ghozali. Al Ghozali berkata bahwa ulama madzhab Syafi’i sepakat pada pendapat ini.
Pendapat yang terkuat dalam hal ini, duduk istirahat tetap disyari’atkan. Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa hal itu disunnahkan.
Duduk istirahat adalah duduk yang ringan (bukan lama) ketika bangkit ke raka’at berikut, bukan bangkit dari tasyahud. (Lihat Al Majmu’, 3: 291).

Cara duduk istirahat adalah duduk iftirosy atau seperti duduk saat duduk antara dua sujud. (Syarh ‘Umdatul Ahkam karya guru kami, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 209).
Imam Nawawi berkata, “Duduk istirahat tidak ada pada sujud tilawah, tanpa ada khilaf di antara para ulama.” (Al Majmu’, 3: 292).

Imam Nawawi juga berkata, “Jika imam tidak melakukan duduk istirahat, sedangkan makmum melakukannya, itu dibolehkan karena duduknya hanyalah sesaat dan ketertinggalan yang ada cumalah sebentar.” (Idem).

Imam Nawawi menasehatkan tentang masalah duduk istirahat ini, “Sudah sepantasnya duduk istirahat ini dilakukan oleh setiap orang karena hadits yang membicarakan hal itu adalah hadits yang shahih dan tidak ada bertentangan dengan hadits shahih yang lain. Tak usahlah peduli dengan orang yang meninggalkannya. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31).
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7).

Referensi:
--------------
1). Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab lisy Syairozi, Yahya bin Syarf An Nawawi, tahqiq: Muhammad Najib Al Muthi’i, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan kedua, tahun 1427 H.
2).  Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat, tahun 1431 H.
3).  Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, tahun 1433 H.
4).  Syarh Umdatul Ahkam, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.
5).  Syarh Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, terbitan Kunuz Isbiliya, cetakan pertama, tahun 1429 H.

Sumber : https://rumaysho.com/7652-sifat-shalat-nabi-12-sunnah-duduk-istirahat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar